Jakarta , Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti bertemu dengan Kapolri untuk merumuskan langkah strategis menciptakan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan RAMAH (Responsif, Akuntabel, Melayani, Adaptif, dan Harmonis). Salah satu kesepakatan utama adalah penggunaan pendekatan “restorative justice” untuk menyelesaikan masalah di lingkungan sekolah. “Kami sepakat dengan Bapak Kapolri bahwa berbagai persoalan di lembaga pendidikan sebaiknya diselesaikan dengan pendekatan kekeluargaan dan musyawarah. Hal ini sesuai dengan prinsip restorative justice,” ujar Abdul Mu’ti, Selasa (12/11).
Dalam upaya memperluas akses pendidikan, kedua pihak sepakat melibatkan Polri melalui program Polisi Mengajar. Program ini menyasar daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) untuk membantu layanan pendidikan di wilayah sulit terjangkau. “Ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk memberikan pendidikan bagi semua, di mana pun anak-anak Indonesia berada,” tambah Abdul Mu’ti.
Pembahasan juga mencakup pembaruan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kemendikbud dan Polri. Fokus pembaruan adalah penyuluhan ketertiban masyarakat di sekolah serta inisiatif seperti Polisi Masuk Sekolah untuk mencegah masalah dari hulu. “Kami ingin memastikan kerja sama ini tidak hanya menyelesaikan masalah dari hilir, tetapi juga melakukan upaya pencegahan di hulu,” jelas Mendikdasmen.
Program pembentukan karakter melalui Pramuka Bhayangkara akan kembali dihidupkan. Program ini diharapkan menanamkan nilai-nilai disiplin dan kepanduan di kalangan pelajar. Mendikdasmen juga mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen untuk memperkuat perlindungan profesi guru.
Isu penting lain yang dibahas adalah anak-anak yang menjadi korban kekerasan atau memiliki masalah sosial dan psikologis. Mendikdasmen mengusulkan model Kate School seperti di Amerika Serikat untuk pendidikan khusus atau pendekatan forging yang dilakukan organisasi kemasyarakatan. “Kami harus mencari jalan keluar agar anak-anak yang sudah menjadi korban tidak mengalami beban ganda. Mereka seharusnya tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak tanpa mendapatkan stigma negatif dari masyarakat,” katanya.
Kapolri menyampaikan komitmen untuk mendukung sosialisasi di sekolah terkait bahaya narkoba, tawuran, dan konten negatif di media online. "Kami ingin memastikan bahwa sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga ruang yang aman bagi seluruh siswa," ujar Kapolri.
Mendikdasmen berharap kerja sama ini segera diwujudkan dalam program nyata yang dirasakan manfaatnya oleh siswa dan tenaga pendidik. “Kami ingin memastikan bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya bisa diakses oleh semua anak, tetapi juga memberikan rasa aman dan nyaman bagi mereka. Ini adalah bagian dari upaya kami untuk menciptakan generasi bangsa yang kuat dan hebat,” pungkasnya.